http://girlspower58.files.wordpress.com/2009/03/o_love_letter.jpg |
"Kau masih menunggunya Sri?" yang ditanya hanya tersenyum tipis.
"Apa kau tidak bosan, suratmu mungkin tersangkut didasar lautan atau termakan hiu lapar. Tak sempat menepi." itu Hartono, teman sepermainannya. Menjejeri Sri yang masih duduk didermaga. Dia hafal betul, tiap Sabtu sore Sri pasti datang ketempat itu, sama seperti Sabtu Sabtu sebelumnya.
***
Diluar hujan belum berhenti semenjak siang hingga maghrib sekarang. Selembar kertas diatas meja masih kosong. Sejak dua jam lalu Sri hanya duduk, berdiri, membuka jendela menutupnya lagi, duduk lagi seperti setrika mondar mandir dalam kamarnya yang remang, sesekali memainkan bolpoint yang dipegangnya. Kali ini bukan untuk dilempar kelautan, untuk keluarganya, bukan juga. Sri hanya sebatang kara yang mengabdikan dirinya untuk laut. Untuk siapa surat itu yang tahu hanya Sri, hanya dirinya.
Wahai kau yang menyuka hijau,
Aku datang bersama suratku. Aku bisa mengabulkan semua yang kau suka.
Air matamu tak pantas tumpah untuk orang itu. Datanglah setiap Sabtu ke lautku.
Karang Lautan
Hartono salah, surat milik Sri bukan untuk Syarif yang entah berlayar dilaut mana. Semenjak kabar keluarga Syarif ramai dibicarakan warga, kalau akan meminang wanita dari kota. Sri sudah memendam dalam - dalam mata laki - laki itu. Dulu Sri tak percaya kalau janji yang telah mereka ikat dapat tertiup angin begitu saja. Syarif tak pernah lagi menemuinya didermaga. Terakhir Sri bertemu dengannya, menoleh pun tidak, seperti orang asing yang tak pernah dikenal. Disampingnya wanita cantik dengan perut buncit menggandeng lengannya. Wanita itu terlampau asing juga dimata Sri, mengenakan rok diatas lutut dan bolong disana sini.
Surat itu untuk karang, yang Hartono tidak tahu Sri selalu menerima surat balasan. Balasan dari laut. Bahasa yang hanya dimengerti Sri dan karang. Dan malam purnama bulan ini, karang ingin menemui Sri. Menepati janjinya untuk membawa Sri menjadi penguasa lautan, tidak seperti lelakinya itu. Surat itu selesai di tulis, Sri tahu apa yang dimintanya kali ini.
Sri bergegas keluar menerobos hujan. Berlari menuju rumah di ujung utara desa. Meletakan suratnya disebuah rumah. Penghuninya masih asyik ngobrol dan tertawa - tawa, seperti dua sejoli yang dimabuk kasih. Besok pagi akan ada kabar duka di desanya. Seorang laki - laki yang dikabarkan hilang.
***
Wahai kau yang menyuka hijau,
Aku datang bersama suratku. Aku bisa mengabulkan semua yang kau suka.
Air matamu tak pantas tumpah untuk orang itu. Datanglah setiap Sabtu ke lautku.
Karang Lautan
4 komentar:
endingnya bahagia pa tragis nich?
menurut antum ??
"tergantung" karena tragis ataupun bahagia hanya masalah sudut pandang
benar juga, silakan saja menilainya ingin menjadi seperti apa.
tulisannya juga kan hanya fiktif, jd ya ga ada serius2 nya juga, cuma menuangkan ide,,,
terimakasih sudah mampir dihalamannya mbak kiki
Posting Komentar