Ketika Laki - laki Harus Menangis

Kamis, 26 Desember 2013

Ketika perempuan tertawa bisa jadi lebih ikhlas dari laki –laki. Namun, air mata laki – laki bisa jadi lebih jujur dari perempuan.

Menangis adalah sebuah reaksi emosi yang wajar. Umumnya perempuan lebih sering menangis ketimbang laki – laki. Dalam masyarakat, laki – laki cenderung dihakimi sebagai sosok yang maskulin, kuat, pemberani, tegar dan dilarang menangis. Jika seorang laki – laki kedapatan sedang menangis, cibiran yang datang adalah “Kamu itu laki – laki, jangan nangis seperti perempuan”

Meski kalimat diatas umum dipakai dalam masyarakat, sejatinya ada bentuk diskriminasi yang terjadi. Seakan perempuan feminine itu lumrah menangis, cengeng dan lemah. Perempuan memang feminine tapi bukan berarti boleh cengeng, tidak tegar dan lemah.

Laki – laki memang harus kuat, tetapi bukan berarti tak boleh menangis. Rasulullah menangis sepanjang malam ketika dalam shalatnya. Memanjatkan doa untuk umatnya, untuk kita. Beliau juga menangis ketika menyaksikan salah satu cucunya saat nafasnya mulai terputus – putus dan ketika putra baliau Ibrahim meninggal, air mata rasullullah menetes karena belas kasihnya.

Abu Bakar menangis sesegukan ketika yang lain berbahagia mendengar kabar dari rasulullah kalau wahyu Islam telah sempurna diturunkan, karena kepekaan abu bakar akan datang nya ujung dari perjalanan hidup rasulullah.

Menangis, menangis karena Allah, menyesali dosa, takut neraka, mengadu padaNya akan beratnya beban, merisaukan nasib umat yang tengah diperjuangkan, atau bersedih atas kondisi kaum muslimin di kawasan. Mungkin tidak terbayang bagi orang-orang yang keras hati, bahwa bulir-bulir bening itu akan membasahi pipi. Namun demikianlah, menangis telah dicontohkan Sang Nabi dan para sahabatnya, generasi terbaik umat ini.

“Takkan masuk neraka orang yang menangis karena Allah…” demikian Sabda Rasulullah yang diriwayatkan Tirmidzi.

Pada kesempatan lain, manusia mulia itu menyebutkan tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungannya. Dari riwayat Al-Bukhari dan Muslim kita mendapatkan kabar gembira. Bahwa salah satu dari tujuh golongan itu adalah “orang yang ingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya berlinang.”

Pada kesempatan berbeda, beliau juga mengabarkan keutamaan menangis yang sangat luar biasa. “Dua mata yang tak tersentuh api neraka,” sabda Sang Nabi yang direkam Tirmidzi, “mata yang menangis karena takut pada Allah dan mata yang berjaga di jalan Allah”

Rasulullah pernah meminta Ibnu Mas’ud membacakan Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud kala itu membaca surat An-Nisa’. Ketika sampai pada ayat 41, Rasulullah menyuruhnya berhenti sambil berlinang air mata membasahi pipi.

Para sahabat adalah generasi yang banyak menangis. Para ahlus suffah rela hidup miskin asalkan bisa lebih dekat kepada Allah dan dapat menyimak hadits Nabi. Ketika turun ayat tertentu, hati mereka bergetar, air mata perlahan keluar. Seperti saat itu, turunlah surat An-Najm ayat 59-60. Nabi menangis, para sahabat ahlus suffah yang ada di sana juga menangis.

Umar bin Khatab membaca surat Yusuf. Ketika sampai di ayat 86, sahabat Nabi yang kekar, tegap dan ksatria itu menangis sejadi-jadinya. Tenggorokannya seperti tercekik. lalu Umar yang ditakuti syetan itu terjatuh dan demam. Suatu hari Ibnu Umar membaca surat Al-Muthaffifin, ketika sampai di ayat 6, ia terhenti lama sekali karena tangisnya yang panjang tak kunjung reda

Selain menangis ketika mentadaburi Al-Qur’an, para sahabat juga mudah menangis ketika mengingat akhirat, alam barzah dan kematian.

Utsman bin Affan yang dermawan dan ahli sedekah, jika melewati kuburan menangis hingga janggutnya basah. “Kubur itu adalah gerbang akhirat,” katanya, “jika disiksa di sana disiska pula kita di neraka”

Abu Hurairah menangis di kala sakitnya. Ketika ditanya ia menjawab, “Bukan dunia yang kutangisi, tapi panjangnya perjalanan yang akan kuhadapi dan sedikitnya bekal yang kubawa ke akhirat nanti.”

Memuhasabahi dirinya, membuat para sahabat menangis. Mereka khawatir ada penyakit hati dalam dirinya, padahal mereka adalah orang-orang yang paling mulia.

Umar pernah mendapati Muadz bin Jabal menangis seorang diri. Ternyata Muadz menangis karena mentadaburi hadits tentang riya’ lalu ia khawatir penyakit itu hinggap di hatinya.

Salman al Farisi menangis menjelang wafatnya. Ia takut tak bisa memenuhi nasehat Nabi untuk zuhud dalam hidup ini. Padahal harta Salman saat itu hanyalah ember untuk mencuci dan mandi.

Tidak mendapati cita-cita akhiratnya tercapai juga membuat sahabat seperti Khalid bin Walid menangis. Air mata yang terus mengalir membuat Khalid tak bisa tidur menjelang wafatnya. “Aku ingin mati syahid,” kata panglima perang tak terkalahkan itu, “tapi kini aku akan mati di atas tempat tidur seperti matinya unta”

Bahkan, kekayaan ataupun kemenangan juga membuat sahabat menangis. Mereka khawatir jika kekayaan atau kemenangan itu justru menjadi sebab kecelakaan di masa yang akan datang; baik di dunia ini maupun di akhirat negeri abadi.

Abdurrahman bin Auf menangis karena kekayaannya. Ia justru iri dengan Mushab, dai muda yang dianggapnya lebih baik dari dirinya; Begitu miskinnya hingga kain kafan Mush’ab di hari syahidnya tak cukup menutup seluruh tubuhnya.

Ketika wilayah Islam bertambah, Abu Darda justru menangis Jubair yang bertanya dijawabnya: “Jika mereka ingkar hukum Allah, kelak akan dituai hasilnya”


Jika demikian halnya, bukankah terlalu banyak sebab bagi kita untuk bisa menangis. Namun mengapa? Kita berlindung kepada Allah dari hati yang mengeras dan kalbu yang tidak ikhlas.

Dari berbagai sumber

10 komentar:

Unknown mengatakan...

waw amazing! jadi menangis tdk identik dg cengeng ya? #ingat tangisan seorang teman

halamannya mbak kiki mengatakan...

rasulullah dan para sahabat menangis karena Allah, takut dosa dan ingat akhirat. beda konteks kl air matanya tumpah karena dunia, takut bangkrut, sebab tahta apalagi wanita. :D

#Apa ada laki - laki yang suka nangis?

Unknown mengatakan...

Tdk perlu nangis krn bangkrut,tdk perlu nangis krn wanita maupun tahta,yg kt cr d dunia adlh keridhoanNya,sedkt berkah lbh baik drpd banyk musibh,
Kayaknya ada,tu yg d dkt pakem...hahaha

halamannya mbak kiki mengatakan...

hemmm,,, konsep yang menarik. Semoga istiqomah.

temenmu nangis deket pakem? hahahha

Unknown mengatakan...

Lbh utama lg klo banyak dan barakah,shg bs lbh bermanfaat

Temenku?haha :-)

halamannya mbak kiki mengatakan...

apa nih yang banyak? tahta, harta dan wanitanya yang banyak? itu sih mw elu,,,

#ya ga tahu

Unknown mengatakan...

Itulah sift dasar manusia,"serakah"
Maka d situlah peran Dinnul islam

halamannya mbak kiki mengatakan...

sepakat

Unknown mengatakan...

1 lagi, kesimpulan yg bs sy ambil dr tulisan di atas adl,
aqidah yg benar -> ilmu yg benar -> pandangan hidup yang benar -> prilaku yg benar -> hasil yg benar

halamannya mbak kiki mengatakan...

baiklah, saya akui, kali ini gue bilang that's a good conclusion. gue setuju.

Posting Komentar