Kamis, 9 mei 13. Siang hari menuju jalan malioboro. Sesak bukan main, macet layaknya libur lebaran. Bus bus bedesakan memadati aspal. Rata – rata bukan ber plat nomor AB, artinya bus dari luar kota. Depan kaca Bus tertera kalau bukan abjad A, B, C ya 1, 2 atau 3. Rombongan wisatawan. Berderet hingga mengular bermeter – meter. Saya yang pake motor masih bisa menyelinap di sela – sela mobil dan bus. Meski begitu, ga tahan rasanya berlama – lama dijalanan, berbaur dengan debu dan asap knalpot. Meski sudah pakai masker, tetap saja bau karbonnya masih berhasil masuk kehidung. Belum lagi ditambah panas yang menggigit. Tapi mau bagaimana lagi, mau ngebut juga ga bisa. Wong jalanan bak lautan kendaraan.
Pantas saja, kamis itu libur nasional, bagi pegawai kantor,
sabtu ahad adalah hari libur. Jumat bisa dikatakan hari kejepit, biasanya
langsung dibablaske wae. lha ya pantes, long week end. Jadi bisa merencanakan
liburan jauh. Kalau berkunjung ke Yogyakarta pilihan yang sering dijadikan
referensi biasanya adalah taman pintar, keraton, kebun binatang Gembiraloka,
Taman Sari dan tentunya centra perbelanjaan khas jogja, Malioboro. Yogyakarta
memang gudangnya kebudayaan. Tak pelak kota yang pernah menjadi pusat ibukota Negara
kita ini dijuluki kota Budaya.
Manusia memang membutuhkan rehat. Mengendurkan otot – otot yang
tegang selama diforsir bekerja. Merefreshkan pikiran, meninggalkan sejenak
kerjaan yang menggunung, refisi pendanaan perusahaan yang belum kelar, belum
lagi kalau ingat habis kena marah atasan. Setidaknya dengan pergi berlibur,
kita bisa kembali menghadapi kerjaan dengan lebih refresh lagi. Kadang saya butuh
pergi keluar untuk menemukan ide, inspirasi dan gagasan. Entahlah, kalau sedang
mengendara itu, ide bisa langsung meloncat –loncat, ajaib memang, entah itu
kekuatan dari mana. Namun setidaknya dengan melihat sekeliling, tidak ada batas
tembok yang menghalangi pandangan mata saya.
Pas banget, pas baru saja keluar dari kerumunan kendaraan,
pas laju kendaraan baru mulai dinaikan speed nya, pas mau siap –siap ngebut, lampu
merah pas banget menghadang tetap didepan. Dan sssrrrrttttt….. otomatis ngerem
mendadak. Klik klik klik 79, 78, 77 menunggu satu menit lebih 20 detik rasanya
layaknya menunggu berjam jam. Trafik light sekarang lebih canggih, begitu
menuju angka 6, lampu berubah jadi tulisan TUNGGU SAMPAI LAMPU HIJAU, setelah
selesai detiknya barulah lampu berubah hijau. Jadi pengendara benar – benar memacu
kendaraannya setelah lampu berubah hijau. Karena memang ga tahu detik
terakhirnya. Di jogja, semacet – macetnya disini, kendaraan masih bisa jalan
meski pelan – pelan. Seakan semua pengendara memahami keadaan, walau sesak dan
berjubel tapi jarang terdengar bunyi klakson tat-tet-tat-tet disana sini. Mungkin
karena sifat jawanya. Jadi orang dari luar jogja pun ketularan sabar, santun
dan tepo seliro (katanya).
Leganya bisa sampai kos. Melepas masker, meletakan tas. Cuci kaki, cuci tangan, cuci
muka. Duduk bersila merasakan ademnya Air Condition alias kipas angin. Kemudian
membuka bungkusan rujak es cream, meski esnya sudah cair, tetep masih bisa
menyisakan kelezatan yang nano – nano. Pedas, asem, manis, dingin.
Coba kita belajar dari long week end. Bagaimana menjadikan
orang – orang bisa rehat dari sesaknya rutinitas. Tanpa disadari ada ruang yang
musti diisi, di bersihkan, disegarkan kembali. Bagaimana kalau ruang itu adalah
ruang rohani. Bagaimana menjadikan agama tidak sekedar intuisi yang menjejalkan
rutual –ritual baku yang hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Bagaimana agama
mampu memberi kesejukan yang menenangkan. Seperti halnya liburan. Bagaimana agama
adalah sesuatu yang senantiasa ditunggu, diinginkan dan mengembalikan kinerja
lebih baik.
Bagaimana agama mampu mengorganisir semua manusia,
mengingatkan dan memberi rambu – rambu sama halnya traffic light. Yang justru
memudahkan. Memberi ruang untuk melaju sementara yang lain silahkan berhenti
dan hati –hati. Agar tidak saling berbenturan.
Kemudian, ingatkah kita, kapan terakhir memberi ruang untuk Tuhan, bermunajat, menghentikan sejenak kesibukan dunia. Hanya untuk saling bertatap dengan Nya?
Kita memang masih harus banyak belajar…..

0 komentar:
Posting Komentar