Tergelincir Identitas

Minggu, 12 Mei 2013

Pagi tadi, saya baca buku Roller Coster. Tidak terlalu tebal, hanya 268 halaman. Cover putih dengan sedikit gambar rel roller coaster sederhana. Semi polos. Saya dapat dari pameran buku murah. Isinya tentang memaknai kehidupan, mengambil hikmah dari setiap kejadian. Ringan, dengan gaya bahasa yang tidak terkesan menggurui.

Biasanya, kalau saya memilih buku. Yang pertama saya lihat setelah judul adalah synopsis isi buku, kalau ga ada, lihat siapa saja yang mengomentari buku tersebut. Waktu pertama beli, saya lihat di cover belakang  buku ini ga ada sinopsisnya, yang membuat saya rela membeli karena para komentatornya adalah penulis yang saya suka. Enggar Adibroto sutradara film indie komunitas The Senja. Zubaidah Djohar, sastrawan dan peniliti aceh, karya bukunya pulang melawan lupa, dll.

Tepat dihalaman 32, Harjanto Halim, penulis buku ini, menulis judul Tergelincir Identitas. Karena model
penulisannya berbentuk semacam chicken soup, jadi cerita tidak dibuat begitu panjang, namun mengena. Ini dia salah satu yang saya suka. Cerita ini berakhir sampai dengan halaman 33 saja. Singkat bukan.

Yang menarik adalah, disitu diceritakan dua kejadian yang sangat dilematis. Begini. Missal, anda sedang melakukan penarikan tunai ATM, kemudian masukan angka 500 ribu. Prosesing, tunggu sebentar… Ting … Uang keluar. SSrrr,,,,Sssrrr,, lho kok, uang keluar lagi. Uang dihitung. Hah? Total 5 juta. Slip ditarik, benar, tercetak 500 ribu. Atm di cek kembali. Saldo memang hanya berkurang 500 ribu. Toleh kanan kiri. Diluar kosong. Uang dikantongi. Sambil keluar, sambil berpikir. Lapor? Tidak?

Apa yang harus dilakukan? Terngiang penggalan dari kitab suci”… jangan ambil yang bukan hak kita…” lapor ke Bank? Tapi kebutuhan tersaji didepan mata. Uang kos, kuliah, kendaraan perlu ganti ban, belum lagi kebutuhan ini itu. Kesalahan mesin kah? Atau intervensi Illahi? Terimakasih Tuhan..? engkau yang maha Pengasih dan maha Pemurah.

Kejadian kemudian. Di kasir Hypermarket antrean sedemikian panjang. Setelah kolat – kalit akhirnya sampai juga di depan kasir. Eee.. malah ditinggal hape-an sama sang kasir! Kita menatap tak sabar, malah dikasih lambian tangan. Piye toh iki? Akhirnya dilayani. Bayangkan! Kita bayar dengan judeg, kesel bin jengkel. Sampai dirumah, belajanaan satu bulan itu kita cek. “lho kok, empat kaleng susu cuma dimasukan dua kaleng di struk belanja”

Bayangan wajah kasir yang bikin eneg terpampang. Rasakno! Tapi, mungkin kasir itu akan didenda karena kelalaian nya. Berapa gajinya, belum lagi kalau harus menanggung malu. Balik ke hypermarket. Menjelaskan kesalasan yang terjadi. Tapi rasanya kok… Hmmm, piye yo?

Saya tidak bisa memberikan jawaban secara gamblang. Semua tergantung konteks dan kata hati. Saat itu sedang butuh uang atau tidak. Saat itu sedang jengkel atau tidak. Tapi kalau sampai bertahun – tahun hal itu masih teringat dan terasa mengganjal, kita yakin akan satu hal : kalau sesungguhnya kata hati kita menghendaki kejujuran. J

Sekian.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

"Kejujuran akan membawa ketenangan dalam hidup"
Berani jujur hebat,kata KPK. Di luar konteks sepak terjangnya saat ini yang "seperti" sudah di tunggangi.
Jika saya jadi si nasabah bank,seandainya saat itu sedang butuh sekali uang maka berhusnudzon pada Allah bahwa itu adalah jalan pertolonganNya. Saya gunakan dulu, tapi nanti tetap di kembalikan ke Bank. Karena menurut saya uang tersebut barang temuan yang kita tahu pemiliknya.
Untuk kasus kedua,
Ehm memang agak menggelikan. Hal ini sudah biasa terjadi di sekitar kita,service yang tidak menyenangkan. Tapi walau sejengkel-jengkelnya kita,barang tersebut bukan hak kita. Ada orang lain yang akan lebih terzdolimi. Bisa jadi pelayan tersebut akan di pecat,karena memang ada perusahaan yang seketat itu. Bayangkan yang terjadi apabila dia ternyata punya keluarga yang dihidupi dari pekerjaan tersebut. Mengembalikan bisa jadi sebagai jalan tarbiyah bagi si pelayan.
Solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan hidup ini adalah menyikapi dengan cara terbaik dan bijak.
Kebijaksanaan dapat di peroleh dengan kejernihan hati dalam mempertimbangkan banyak aspek. Analisis SWOT klo dalam organisasi.
Saya dapat memahami sikap yang di ambil,biarlah menjadi koreksi dan pembelajaran bagi kita semua. Sabar dan saling memaafkan.
Wallahu'alam bis showaab
Fastabiqul khoirot

halamannya mbak kiki mengatakan...

komennya kek artikel didalam artikel. silakn saja mw mensikapi seperti apa. saya juga tdk mendikte harus bagaimana. monggo saja...
cuma 1 hal, kalau sesungguhnya kata hati kita menghendaki kejujuran. itu saja

Mba' Carine mengatakan...

emmm,,, begitu,,,

Unknown mengatakan...

sip,setuju banget!!!sikap boleh berubah,tapi TEKAD TIDAK SEDIKITPUN BERUBAH. Situasi yang dihadapi,kondisi yang menimpa, azzam tuk jujur tetap harus ada.

Posting Komentar