Sudah sekitar dua minggu bahkan mungkin jauh lebih lama dari
hitungan itu, saya habiskan untuk menikmati masa libur panjang, dalam rangka
ramadhan. Setiap 14 hari terakhir ramadhan adalah moment paling free dari hari
– hari yang aku miliki. Tanggal – tanggal itu banyak terpakai untuk me time.
Alias baca buku semauku, pergi kemanapun semauku, menyendiri ke seatu tempat
semauku dan berbagi kasih bersama orang – orang tercinta semauku pula.
Selalu ada rasa berbeda disetiap ramadhan, begitu pula
ramadhan kali ini. Berjuta syukur aku panjatkan untuk kesekian kali
berkesempatan bertemu dengan bulan maghfirohNya. Juga ramadhan – ramadhan
selanjutnya.
Menunggu, Sakit
20 juni, sembilan hari sebelum 1 syawal. Aku jatuh sakit dan
harus diopname. Seingatku, ini ramadhan kali pertama aku harus terbaring
diruang perawatan berserta selang yang mengular ditangan, terpaksa aku harus
terkena jarum infuse karena sedikitnya asupan yang bisa aku telan. Aku positif
typus, dari hasil cek darah di laboratorium terbaca begitu. Dua hari sebelum
sampai dirumah sakit, aku panas tinggi, mual, pusing dan lemasnya bukan main.
Waktu itu aku tidak berada di kos tempatku tinggal. Aku
habis nganter motor ke tempat teman hampir dilereng gunung merapi, wukir sari,
cangkringan. Jadilah semua perawatan ditanggung keluarga Yunis, ada rasa ga
enak sebetulnya, mereka merawatku seperti aku bagian dari keluarga itu, Ibunya
membuatkan aku air panas yang dimasukan kedalam botol lalu digulung –
gulungkannya ditelapak kaki dan perut. Kemudian dipijitnya kakiku. Saat itu aku
langsung teringat ummi, perempuan tegar yang selalu memberikan yang terbaik
untuk ketiga anaknya.
Hari berikutnya aku paksa minum untuk sedikit meredakan
panasnya, meski panasku ga kunjung turun, aku makin mual - mual. Sore hari saat
senja memenuhi langit, aku sampai dirumah sakit. 4 hari aku disana, menjadi
pasien yang pesakitan.
Selalu rencaNya lah yang paling indah. Ada tujuan tersirat
yang kita harus pandai – pandai membaca. Selama dikarantina – untuk tidak
menyebutkan kata rumah sakit, rasanya terdengar sebuah tempat yang penuh dengan
kesakitan. Jadi aku pakai implikasinya saja -. Hingga sekarang masih paranoid
dengan rumah sakit dan typus. Makin menajaga asupan makanan, tempat beli makan
dan komposisi yang dimakan. Jadi maaf yang mau ngajak saya makan, saya masih
pilih – pilih makanan.
Tersisa lima hari menjelang ramadhan ketika akhirnya aku
bisa keluar dari rumah sakit. 14 hari ramadhanku benar – benar moment paling
free, full me time dari hari – hari yang aku miliki. Tetap baca buku semauku,
tetap berbagi kasih bersama orang – orang tercinta semauku, bedanya aku tidak
kemana – kemana, justru mereka yang mendatangiku. Duhh malunya, tapi tambah
bahagia.
Mengeja kembali
Ah, lama sekali aku tidak menulis. Seperti belajar mengeja
kembali. Tentu sulit, namun tetap bisa dilakukan. Memulai dari darimana saja
masih menerka – nerka, jadi kebanyakan kalimatnya masih banyak berloncatan.
Saya harus mengapus, menulis kembali, menghapusnya lagi, diketik lagi. Itu satu
hal yang tidak boleh dilakukan dalam membuat kalimat, sebenarnya. Hanya saja,
rasanya ingin cepat sampai dititik ini itu. Kalau banyak menemukan kosakata
yang berlarian, itu karena saya sedang belajar mengeja.
Sebelum hari ini, 14 hari menjelang ramadhan bulan lalu. Aku
sudah mempersiapkan untuk 10 hari terakhir ramadhan. menyendiri dimasjid,
menikmati masa – masa khusyu besenadung dengan al quran. Mengikuti kajian
bersama pak kyai, dan bikin kue lebaran.
Kau lihat kan, saya benar – benar sedang belajar mengeja
lagi. Di awal paragraph menyebut diriku dengan saya, di paragraph kedua
menyebut dengan aku.
Rencana tetap berjalan, tidak dirumah Allah, namun tetap
menyenangkan. Saya sebut ini sebagai planning terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar