Surat Untuk Ibu yang Selalu Baik Hati

Rabu, 08 Januari 2014
Ibu, bagi seorang anak, mendengar kabar sehat dari tempat ibu seperti penyejuk setelah lama panas membakar, melegakan yang mendengar. Meski aku tahu ibu memang selalu mengabarkan sedang bahagia, aku bisa dengar di ujung telephon sana ada serak batuk yang sesekali membuat jeda kalimat ibu. Sudah, tidak usah aku sampaikan. Nanti mengacaukan suasana bahagia.

Ibu yang selalu baik hati, Aku ingin selalu ditemani sampai kapanpun. Karena selalu nyaman ada didekatmu bu. Aku tidak pernah membayangkan tiba - tiba Ibu tidak lagi ada, sebab aku tidak akan siap atau mungkin tidak pernah siap. Apa Aku terlihat seperti anak - anak? Biarlah, kerena aku akan selalu menjadi anak Ibu. Dengan apalah aku bisa membalas kabaikan mu, kalau jasa dan kasih sayangmu sepanjang jalan. Tak berujung, tak berbatas. 

Ibu yang selalu baik hati, satu hal yang selalu Ibu ingatkan untuk ku dan adik - adik. Bangunlah sepagi mungkin, jadwalkan untuk bermunajat dan memanjatkan doa. Karena diwaktu itulah saat - saat mustajab untuk bersujud, saat sebagian orang masih mendengkur dibawah selimutnya. Ada malaikat yang turun kebumi untuk mengamini setiap doa selain kita. Dan tataplah matahari, jangan tidur lagi. Kalau bisa, menjadi matahari utuk orang lain saja, itu sudah cukup. Maaf Ibu, Aku kadang masih kalah untuk menahan mata tetap terjaga.

Ibu, perjalanan ini jauh dan melelahkan. Bagi musafir cuma ada dua pilihan, mati atau meraih kemenangan. Sore itu, perjalanan sudah ditentukan. Aku menyetujuinya. Tanpa ditemani siapapun, kecuali anak kecil yang ada didalam diriku yang sudah Ibu bekali dengan kasih sayang untuk tetap kuat. Aku gugup waktu itu. Anak kecil dalam diriku sungguh penakut. 

Ibu, sepanjang perjalanan aku bertemu dengan orang - orang yang sangat baik hati, tidak seperti Ibu tapi mereka menyenangkan. Bersedia meluangkan waktunya untuk membantu sesama, meskipun mereka juga sedang sibuk. Bersama - sama mengaji. Disini banyak sekali tempat mengaji bu. Ilmu apa saja ada. Mereka bahkan bersedia menyisihkan hartanya lebih banyak untuk bersodakoh dan menyisakan sedikit untuk dirinya. Aku terharu sekali melihatnya.

Ibu, selalu aku tahu Ibu menanti kepulanganku dari perjalanan panjang. Anak kecil dalam diriku terlebih lagi. Semakin aku memikirkan Ibu, semakin aku kehilangan banyak kata. Kebaikan, ketulusan, kesabaran, suritauladan Ibu, harus aku rangkai dengan kalimat yang bagaimana? 

Tapi tak mengapa, Ibu..... Setidaknya hari ini, pagi ini, biarlah aku merangkai kembali kabar - kabar baik. Akan ku kabari segera bu. 


Untuk Ibu, dari mb kiki bersama anak kecil yang pemalu








Catatan : tulisan ini terinspirasi dari cuplikan kalimatnya bang tere liye di novel moga bunda disayang Allah, saat Karang menuliskan surat untuk Ibu.

0 komentar:

Posting Komentar