Al kisah, dinegeri antah berantah. Ada sebuah pelabuhan
internasional yang sangat terkenal. Pada zaman itu, pusat peradaban dibangun
melalui jalur tersebut. Kemegahan kotanya taktertandingi. Seperti seyogyanya
gambaran sebuah kota. Meski banyak kemashuran dan kemapanan penduduknya, tetap
saja masih banyak kemiskinan dan kebodohan bersarang di kota itu.
Kota metropolitan tersebut dipimpim oleh seorang walikota yang
baru saja terpilih, yang kemasyhurannya bahkan tercium hingga kenegeri seberang.
Sifat nya yang dermawan, bijaksana, visioner menjadikan sang walikota tersebut
diterima disemua kalangan.
Suatu hari kota tersebut membuktikan kecerdasan penduduknya.
Maka dibuatlah kapal termegah dan terbesar yang pernah ada. Dinamailah kapal
Peradaban. Semua bahan kapal dari bahan terbaik yang dimiliki
kota tersebut. Setiap kabin kapal dirancang sedemikian rupa untuk kenyamanan penumpangnya. Fasilitas air bersih ada di deck paling atas. Kemudian, untuk memperkenalkan ciptaannya diadakanlah pelayaran terpanjang yang rencananya akan melewati tiga benua. Kapal tersebut dinahkodai oleh master lautan, tak kan diragukan lagi kepiawainanya dalam mengendalikan kapal. Berlayarlah kapal peradaban tersebut.
kota tersebut. Setiap kabin kapal dirancang sedemikian rupa untuk kenyamanan penumpangnya. Fasilitas air bersih ada di deck paling atas. Kemudian, untuk memperkenalkan ciptaannya diadakanlah pelayaran terpanjang yang rencananya akan melewati tiga benua. Kapal tersebut dinahkodai oleh master lautan, tak kan diragukan lagi kepiawainanya dalam mengendalikan kapal. Berlayarlah kapal peradaban tersebut.
Kapal itu terbagi atas beberpa tingkat deck. Setiap lantainya
melambangkangkan karakter penumpangnya. Bukan dengan pangkatnya, bukan hartanya
atau bukan dengan cantik dan gagahnya ditempatkan, tetapi dengan karakternya. Penyabar,
arogan, sombong, rajin, pekerja keras, pemalas dan bijaksana. Semua menempati tempatnya
masing – masing.
Deck paling bawah ditempati orang –orang malas. Beberapa hari
kemudian, persediaan air mereka habis. Untuk mengambil air bersih, mereka harus
naik ke deck paling atas. Karena semua persediaan air bersih ada disana. Membayangkan
untuk naiknya saja mereka sudah ogah – ogahan. Akhirnya mereka menemukan ide. “mengapa
harus capek – capek naik ke atas, disini, dibawah kita banyak terdapat air.” Sambil
menunjuk lantai kapal. Akhirnya sepakatlah mereka untuk melubangi sedikit
lantai kapal. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka membawa semua
penumpangnya kejurang kematian. Petaka besar itu tidak saja menewaskan sang
malas, namun juga yang rajin, bijaksana, visioner, dermawan dan semuanya.
Semua tenggelam. Kapal itu hilang, tertelan jauh didasar
samudra. Nahkodanya ikut tenggelam. Sang walikota tinggal sejarah, bersama
remahannya. Visinya tak jadi tersampaikan.
***
Tidak, sekali –kali tidak. Jangan salahkan siapa? Pertanyaan
itu harusnya berbalik, Kita itu siapa? dengan bangganya memperkenalkan lusinan
medali kejuaraan. Tapi kita tak sadar, bahwa kita masih acuh tak acuh dengan
lingkungan sekitar. Kita tak tahu ada orang – orang yang masih harus mendapat
pengetahuan dan kita tak melakukannya. Kerana bisa saja apa yang mereka lakukan
membahayakan kita juga. kita tak peduli dengan yang mereka lakukan. Sang
walikota terlambat menyadari bahwa kedermawannya, visionernya tak diimbangi
dengan para menterinya. Sang walikota baru tersebut tidak menyadari, bahwa
untuk membangun peradaban diperlukan jajaran yang juga loyal, jujur dan baik
hati. Hanya saja, ketika itu disadarinya semua sudah menjadi puing - puing.
Ketika kita menjadi sang penyabar, bahwa sanya kita juga
harus memiliki ketegasan. Ketika menjadi yang tidak berpengetahuan. Disaat yang
sama, kita juga menjadi sang sombong yang tak mau tahu. Hingga akhirnya kita
terperangkap dalam jarring yang seakan kita tahu semuanya.
Belajarlah dari ilmu padi. Makin berisi, makin merunduk. Maka
makin terlihatlah kebermanfaatan kita. mungkin tidak seketika kita itu juga
kita menikmati kebermanfaatan, mungkin hitungan tahun. Namun, tetaplah
merunduk, tetaplah rendah hati, jujur pada dirisendiri. Sejatinya bukan
peradaban yang membutuhkan kita, namun kitalah yang membutuhkan peradaban.

0 komentar:
Posting Komentar