deiyang anisa "putri"

Rabu, 23 Februari 2011
Tak pernah terfikirkan sebelumnya bahkan terbayangkan pun tidak, hanya tiba- tiba muncul begitu saja dlm kehidupan ku. Seperti penyihir yang mengayunkan tongkat sihirnya membuat yang semu seakan nyata, yang gelap menjadi bercahaya dan semua begitu indah walau fana. Awalnya terpukul, malu, takut dan ingin rasanya kabur dalam sekejap namun sia-sia. Aku terjerembab dan lelah lari. Kurun waktu berlalu dan semua kuanggap takdir yang membawaku, meski ku tahu itu hanya akan membuatku tercekik, perih.
Aku tuliskan semua asa yang berubah menjadi biasa. Aku mengunci diari kembali dan ku harap malan ini bisa tidur lelap. Aku masih terngiang-ngiang kata-kata deiyang tadi siang dan membuatku pusing bukan main.
“aku sudah tahu semuanya, tolong lepaskan mimpi-mimpi kosong mu itu Li. Jangan dirimu butakan mata dan hati mu untuk orang yang .,.,.,.,”. “cukup Dei, aku bukan orangyang gampang kau tipu, kamu hanya iri melihatku seperti sekarang ini kan? Kau takut kalau aku meninggal kan janji-janji yang pernah kita buat dulu kan? Kamu ga usah khawatir, aku masih tetap ada. Hanya saja kesibukan ku sekarang bertambah ” ku hentikan kalimatnya sebelum dia sempat menjelaskan semuanya dan dei hanya diam.
“maaf aku buru-buru”aku meninggalkan sendirian di taman belakang perpustakaan saintek kampus. Tidak pernah aku lihat raut wajah dei semarah siang itu. Meski aku tau perempuan jiljaber itu sangat meyayangiku.
Kami bertemu waktu ospek dulu. Dia pintar, periang, friendly, ku akui dia cantik, lembut dan aku senang cara dia menyikapi masalah, kecuali masalah yang satu ini. Nama unik Deiyang Anisa Putri. Bukan kah anisa dan putri adalah satu arti yang sama, sekalia aja tambah “deiyang anisa putri perempuan” hahahaha. Aku pernah iseng meledek namanya. Aku pernah iseng ngajak dia camping bareng temen - temen madapala .,.,.,. Diam-diam dia menyukai repling yang aku ga sangka sebelumnya. Dia bilang jilbab bukan unutk menghalangi kita untuk berekplorasi. Meski hars tahu bagaimana mensikapi eksplorasi kita itu. Begitulah, Aku hanya senyum mendengarnya, yng sebener aj aku ga begitu yakin. Sedang aku pendiam, cuek dan aku ga suka yang nama nya rame. Tapi kami bisa saling melngkapi. Dei sering mengajariku bagaimana bicara di depan umum dan selalu mendesaku kalau ada kesempatan bertanya, karena dei tahu aku punya banyak hal yang ingin ditanyakan dan aku hany bisa menuliskankan nya dan menyerahkan ke dei sebagai jalan mendapatkan jawabanya.
*** To Be Continue....

0 komentar:

Posting Komentar